By Abu Zein. Powered by Blogger.

20111029

Bibi Jamu Tidak Punya Pusar..!!!

Mengambil sebuah kesimpulan memerlukan metode ilmu logika. Kesalahan dalam membuat premis ataupun penyusunannya akan berakibat pada salahnya kesimpulan. Argumentasi (proses berpikir) dalam alam pikiran manusia bagaikan sebuah bangunan. Suatu bangunan akan terbentuk sempurna jika tersusun dari bahan-bahan dan konstruksi bangunan yang sesuai dengan teori-teori yang benar. Apabila salah satu dari dua unsur itu tidak terpenuhi, maka bangunan tersebut tidak akan terbentuk dengan baik dan sempurna. 
Suatu malam, Zein (4 tahun) seperti biasa minta bacakan cerita kepada bundanya. Kali ini cerita yang dimintabacakan oleh Zein bukan cerita dongeng, fabel atau sejenisnya, tapi dia minta bacakan buku “Pengenalan Sains Untuk Anak”. Maklum, akhir-akhir ini dia begitu menggandrungi buku tersebut. Ada beberapa seri koleksi “Pengenalan Sains Untuk Anak” dan yang diminta Zein kali ini adalah kehidupan dunia binatang. Oleh bundanya diterangkan untuk mengetahui binatang itu melahirkan ataukah menyusui bisa dengan memperhatikan apakah dia punya pusar atau tidak. Zein memperhatikan dengan seksama dan tampaknya dia mulai faham. Tiba-tiba Zein nyeletuk, “Bunda, Bibi Jamu itu ga punya pusar ya..??”. Bundanya kaget,
“Kok bisa begitu...?? “.
“Bibi Jamu kan punya telur..?”.
Wakakaka... Kami tertawa bareng, termasuk Zein yang tidak sadar kalau sedang ditertawakan.
“Zein, yang dijual Bibi Jamu itu bukan telur Bibi, tapi itu telur burung puyuh..”
Zein Jr. tidak ngerti kalau yang dimaksud bertelur itu artinya mengeluarkan telur, bukan memiliki telur..
Ini adalah salah satu kesalahan dalam membuat premis yang berakibat salah dalam mengambil kesimpulan.
Sebelumnya, kejadiannya sudah lumayan lama, saat kami makan disebuah warung nasi goreng, datang setelah kami guru Zein di Play Group (waktu belum masuk TK). Ibu Guru melihat Zein tersenyum dan bertanya, “Zein, makan apa..?”. Zein hanya diam dan tersipu, malu. Setelah gurunya pulang (lebih dahulu dari kami karena beli bungkusan) Zein nanya ke bundanya, “Bunda, kenapa Ibu Guru tidak tahu apa yang Zein makan..?”. Hehehehe.. Kami tersenyum, rupanya Zein menganggap setiap orang yang bertanya itu adalah pertanda ketidaktahuan. Dia belum mengerti bahwa ada pertanyaan yang bersifat basa-basi.
Ah, itu hanya sekedar contoh kejadian yang dialami anak kecil, namun bukan berarti tidak pernah terjadi pada orang dewasa.
Baru-baru ini, seorang teman di FB meledek saya dengan sebutan, “Wahai yang bernama seperti arab..” juga dengan kalimat, “Oh iya, lupa, namanya saja sudah ‘arab’ yah.. sekali lagi mohon mangap yah! Ato setidak-tidaknya ‘ngarab-arapin’, karena demikian mengidolakan arab tapi tidak kesampaian, sebab tuhan berkehendak lain”. Rupanya dia menganggap sebutan Abu Zein al-Banjari terlalu Arabian... Padahal tidak sadar kalau namanya sendiri menggunakan bahasa Arab. Hehehehe... Apa itu akibat ketidaktahuan kalau namanya juga dari Bahasa Arab..?? Entah, saya tidak berani memastikan.
Ada yang lebih menggelikan lagi, dia ngotot menanyakan itu nama asli atau bukan, saya bilang kalau itu “kuniyah”, lha dia ngotot dan bilang “gak nyambung”.
Wakakaka.. Apanya yang ga nyambung..?? Rupanya (mungkin) dia ga ngerti apa itu kuniyah, itulah yang membuat dia beranggapan jawaban saya tidak nyambung. Terus dia mendesak menanyakan apakah saya itu asli Arab atau bukan. Lha, saya kan sudah bilang kalau itu kuniyah, dan diakhir kuniyah itu ada kata “al-Banjari”, lagi-lagi dia ga ngerti. Sesudah saya jelaskan dengan penjelasan yang kayaknya hanya pantas untuk anak SD, bahwa Abu Zein al-Banjari itu kuniyah, artinya Bapaknya si Zein orang Banjar, baru (mungkin) dia ngerti (mudah-mudahan). Lha wong dari kuniyah itu sudah jelas kok saya orang mana.. hehehe.. Itulah akibat dari minimnya pengetahuan.
Andai saja dia menggunakan premis sebagai berikut :
1. Kata abu atau ummu itu menunjukkan “kuniyah”.
2. Gelar kedaerahan itu menunjukkan daerah asal.
Niscaya dia akan mampu menyimpulkan kalau “Abu Zein al-Banjari” itu adalah “Bapaknya si Zein (bukan nama) orang Banjar (bukan Arab).
So, kesalahan atau kekurangan bahan dalam membuat ataupun menyusun premis akan berakibat pada ketidaktepatan dalam menyimpulkan. But, sejatinya itu tidak menjadi soal kalau kita mau dengan rendah hati mengakui dan tidak langsung menyerang dengan mengatakan, misalnya, “tidak nyambung..” dan sejenisnya. Ada baiknya bila kita mengingat pepatah, “Man Qalla ‘Ilmuh Katsura I’tiradhuh”.

0 komentar:

About This Blog

  © Blogger templates The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP