By Abu Zein. Powered by Blogger.

20111116

Keajaiban Sekumpul (Part. I)

Belasan tahun silam, saya masih menuntut ilmu di Pondok Pesantren Hidayaturrahman dibawah asuhan KH. Muhammad Bakhit (saat ini sudah dilebur dengan Pesantren Rahmatul Ummah menjadi pesantren Nurul Muhibbin), seorang teman mondok mengajak untuk melanjutkan menuntut ilmu ke Pondok Pesantren Darussalam Martapura, pesantren tertua di Kalimantan. Setelah mengajukan “proposal” ke orang tua, hasilnya permohonan ditolak, dengan alasan di Hidayaturrahman saja masih belum tamat.

Suatu hari, beberapa teman mengajak untuk rihlah ke Martapura, ziarah dan ikut ngaji tabarrukan, oleh orang tua saya diizinkan. Saat itulah pertama kalinya kenal lebih dekat dengan majelis ar-Raudhah Sekumpul.


Beberapa waktu kemudian, saya kembali rihlah ke Martapura, kali ini waktunya lebih panjang, bisa ikut pengajian harian dan mingguan di Sekumpul (waktu itu pengajian setiap hari kecuali Jum’at). Inilah awal saya jatuh cinta dengan Sekumpul. Berat rasanya meninggalkan Sekumpul saat harus kembali ke kampung halaman. Bahkan saat di kampung halaman, air mata sering menetes bila teringat dengan Sekumpul. Mungkin bukan sekedar suasana Sekumpul yang dirindukan, tapi Guru yang memimpin majelis yang menjadi destinasi. Ada keteduhan, ada kedamaian dan ada cinta di Sekumpul.

Dengan tekad bulat, permohonan kembali diajukan, kali ini bukan alasan ke Darussalam, tapi ke Majelis ar-Raudhah. Mendengar saya mau ikut di Majelis ar-Raudhah, akhirnya oleh orang tua diizinkan (bahkan ayah saya berkenan memintakan izin kepada pengasuh pesantren Hidayaturrahman) dengan catatan harus tahan hidup dengan biaya seadanya (ternyata alasan paling utama saya tidak diizinkan menuntut ilmu ke Martapura adalah ketidakmampuan finansial orang tua). Inilah “keajaiban” Sekumpul yang pertama saya rasakan.

Selanjutnya, saya yang waktu itu baru berusia 15 tahun berangkat menuju Sekumpul, tanpa diantar orang tua (untuk menghemat biaya), berbekal pakaian dan sedikit beras. Hidup baru pun dimulai. Kalau dahulu sehari-hari penuh dengan peraturan ketat ala pondok, sekarang bebas tanpa ada yang melarang. Kalau sewaktu di pesantren tidak sholat berjamaah diancam gundul kepala, sekarang mau ga sholat pun ga ada yang larang. Tanggungjawab penuh ada di pundak.

Hebatnya, kalau sewaktu di pesantren tidak ada hukuman yang tidak pernah saya jalani, dari mulai membersihkan wc, gundul kepala hingga di skorsing, saat di Sekumpul kok saya jadi berubah. Sholat berjamaah lima waktu tanpa dipaksa. Aktif hadir di pengajian tanpa diperintah. Ikut sholawatan dan dzikir berjamaah tanpa diancam. Inilah “keajaiban” Sekumpul kedua bagi saya.

Apakah ini karena suasana yang berbeda..? Ataukah memang ada semacam energi yang dipancarkan oleh Abah Guru Sekumpul, yang oleh orang lain sering disebut karomah..? Entahlah.

0 komentar:

About This Blog

  © Blogger templates The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP