By Abu Zein. Powered by Blogger.
Showing posts with label Guru Ijai. Show all posts
Showing posts with label Guru Ijai. Show all posts

20111120

Keajaiban Sekumpul (Rendah Hati Sang Guru)

Akhirnya, alhamdulillah, saya bisa menjadi santri Sekumpul.

Betapa bahagianya hati, walau terkadang kiriman bekal terlambat dan yang pasti jumlahnya kurang dari cukup, semuanya tidak mempengaruhi kebahagiaan (teman-teman yang dulu se asrama tentu masih ingat, betapa miskinnya ane waktu itu.. hehehe).

Karena jadwal pengajian Sekumpul (waktu itu) hanya ada diwaktu siang dan malam, kecuali pengajian untuk kaum Hawa disetiap pagi Sabtu (Ba’da Zhuhur setiap Senin, Selasa dan Rabu. Ba’da Maghrib setiap Rabu malam. Ba’da ‘Ashar setiap Kamis dan Minggu. Ba’da Maghrib setiap Rabu Malam) maka saya memiliki waktu kosong diantara ba’da Shubuh dan Zhuhur. Maka saya oleh orang tua disarankan untuk ikut mendaftar di Pondok Pesantren Darussalam yang jadwal belajarnya dari jam 08.00 s/d 12.00. Sebelum masuk Pondok, setelah sholat Shubuh saya ikut pengajian Ayahanda Syaikh Abdusy Syukur (Pimpinan Pondok Pesantren Darussalam). Jadi jadwal saya lengkapnya :

Read more...

20111116

Keajaiban Sekumpul (Part. I)

Belasan tahun silam, saya masih menuntut ilmu di Pondok Pesantren Hidayaturrahman dibawah asuhan KH. Muhammad Bakhit (saat ini sudah dilebur dengan Pesantren Rahmatul Ummah menjadi pesantren Nurul Muhibbin), seorang teman mondok mengajak untuk melanjutkan menuntut ilmu ke Pondok Pesantren Darussalam Martapura, pesantren tertua di Kalimantan. Setelah mengajukan “proposal” ke orang tua, hasilnya permohonan ditolak, dengan alasan di Hidayaturrahman saja masih belum tamat.

Suatu hari, beberapa teman mengajak untuk rihlah ke Martapura, ziarah dan ikut ngaji tabarrukan, oleh orang tua saya diizinkan. Saat itulah pertama kalinya kenal lebih dekat dengan majelis ar-Raudhah Sekumpul.

Read more...

20110321

Berani Mengambil Keputusan

Puluhan tahun silam, ketika itu intan masih menjadi komoditi andalan kota kita, Martapura. Tak sedikit manusia yang menjadi kaya berkat batu ”keramat” tersebut. Mulai dari mendulang, menggosok hingga berbisnis, semuanya menjajikan hasil yang memuaskan.
Saat itu, di Martapura hiduplah satu keluarga miskin, jangankan memiliki fasilitas hidup, untuk makan saja susah. Sebuah keluarga yang dikepalai seorang ayah, beranggotakan seorang ibu, dua orang anak; laki-laki dan perempuan.
Anak laki-laki yang merupakan anak sulung keluarga tersebut bersekolah di Pondok Pesantren Darussalam, pesantren tertua di Kalimantan.

Read more...

About This Blog

  © Blogger templates The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP